Pada tanggal 22 Januari 1780, Jakarta, yang saat itu dikenal sebagai Batavia, mengalami peristiwa yang mengguncang kehidupan masyarakatnya. Sejak pagi, kehidupan berjalan normal hingga suara menggelegar mulai terdengar dan memicu kepanikan di antara warga.
Tiba-tiba, getaran hebat mengguncang tanah dan membuat bangunan mulai goyah. Tidak ada yang menyangka bahwa hari itu akan menjadi salah satu titik tragedi dalam sejarah kota ini.
Pada pukul 14.39, suara gemuruh semakin kuat mengagetkan semua orang. Awalnya, banyak yang mengira suara tersebut berasal dari gerobak barang berat, tetapi tidak ada satu pun gerobak yang terlihat di jalanan.
Kejadian Mengerikan yang Mengubah Segalanya di Jakarta
Di tengah kebingungan, masyarakat mulai merasakan getaran di bawah kaki mereka. Beberapa detik kemudian, guncangan hebat mengguncang Batavia, membinasakan banyak bangunan yang tidak siap menghadapi bencana alam.
Mereka yang berada di luar rumah berlarian mencari perlindungan, berharap bisa selamat dari malapetaka ini. Gempa tersebut berlangsung selama beberapa menit, dan saat getaran mereda pada pukul 14.42, ketakutan mulai menyebar di antara warga.
Namun, keadaan semakin buruk ketika dalam waktu dua menit setelah guncangan pertama, Gunung Salak mengeluarkan suara dentuman keras dan Gunung Gede menyemburkan asap. Kejadian ini menambah kepanikan di tengah masyarakat yang sudah terlanjur ketakutan.
Ketersediaan Data mengenai Kerusakan dan Korban Jiwa akibat Gempa
Setelah bencana, laporan dari beberapa media menyebutkan bahwa sebanyak 27 bangunan di Jakarta runtuh dalam waktu singkat tersebut. Korban jiwa juga tidak terhindarkan, termasuk seorang bayi yang dilaporkan tertimpa reruntuhan tetapi selamat.
Kerugian terbesar terjadi di luar kota, di mana banyak rumah hancur total, dan para penghuninya terpaksa mengungsi. Dalam laporan media, disebutkan bahwa banyak orang kehilangan harta benda dan tempat tinggal mereka, memicu kerusuhan di daerah tersebut.
Dalam catatan sejarah, Jakarta pada masa itu belum memiliki banyak gedung bertingkat. Kebanyakan bangunan dibangun dari kayu dengan fondasi yang sederhana, sehingga rentan terhadap bencana semacam ini.
Penelitian Mengenai Gempa dan Hubungannya dengan Sesar Baribis
Selama bertahun-tahun, penelitian mengenai gempa di Jakarta terus dilakukan. Hasil kolaborasi antara berbagai institusi menyatakan bahwa gempa tahun 1780 tersebut kemungkinan besar berkaitan dengan Sesar Baribis.
Sesar ini membentang dari Purwakarta hingga Rangkasbitung, dan diperkirakan melewati beberapa daerah di Jakarta. Penelitian menemukan bahwa gempa itu berkisar antara magnitudo 7 hingga 8.
Menurut tim peneliti, kerusakan maksimal yang ditimbulkan bisa mencapai skala 8 MMI (Modified Mercalli Intensity), yang menandakan dampak signifikan terhadap bangunan.
Akibat Jangka Panjang dan Pentingnya Kesadaran akan Bencana
Dari hasil perhitungan, diperkirakan sekitar 34 ribu orang tewas akibat gempa tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa gempa 1780 merupakan salah satu yang paling hebat yang pernah melanda wilayah Jawa. Setelah kejadian ini, masih banyak gempa berkekuatan rendah yang terjadi di sekitar Jakarta.
Pada tahun 1834, Jakarta kembali diguncang oleh gempa yang tidak kalah dahsyat. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah ini memang berada di jalur yang rawan bencana.
Pentingnya kesadaran akan bencana semakin ditekankan di tengah masyarakat, terutama dengan adanya gempa terbaru yang terjadi di kawasan Bekasi pada tahun 2025. Sejarah menjadi pengingat bahwa Jakarta harus terus bersiap menghadapi kemungkinan serupa di masa depan.