Bayangkan sebuah kisah yang melibatkan seorang tentara yang dinyatakan meninggal, namun ternyata masih hidup tanpa sepengetahuan dunia luar. Itulah kisah menarik dari Teruo Nakamura, seorang prajurit asal Jepang yang menghabiskan puluhan tahun terasing di hutan Maluku, Indonesia, pasca Perang Dunia II.
Teruo Nakamura, yang terlahir sebagai Attun Palalin, sempat mengira bahwa perang belum berakhir dan ia tetap melanjutkan hidup dalam pengasingan. Selama lebih dari tiga dekade, Teruo berjuang untuk bertahan hidup tanpa menyadari bahwa seluruh dunia telah melanjutkan hidupnya tanpa dia.
Sejarah Penuh Drama Teruo Nakamura di Maluku
Teruo lahir di Taiwan pada tahun 1920. Di tengah gentingnya Perang Dunia II, dia bergabung dengan tentara Jepang dan dikirim ke Maluku untuk menjalani tugasnya. Penugasan ini menyebabkannya terpisah jauh dari tanah kelahirannya, dan sejak itu hidupnya tidak pernah sama lagi.
Pada tahun 1944, kondisi di Maluku semakin memburuk saat pasukan Jepang mulai terdesak oleh serangan tentara Amerika Serikat. Dalam upaya untuk menghindari serangan, Teruo dan beberapa rekan tentara bersembunyi di hutan-hutan. Saat itu, perang resmi dinyatakan berakhir pada 14 Agustus 1945, tetapi Teruo tidak pernah mendapatkan berita tersebut.
Dunia luar mengira bahwa Teruo telah tewas dalam pertempuran. Bahkan, pemerintah Jepang resmi menyatakan bahwa Teruo hilang dan meninggal pada 3 Maret 1945. Dalam kenyataannya, Teruo dan beberapa tentara lainnya malah melanjutkan hidup di hutan, bertahan hidup seolah-olah perang masih berlangsung.
Keberanian dan Kebangkitan Teruo di Hutan
Setelah bersembunyi bersama beberapa tentara, Teruo merasakan ketegangan dan ketidakpuasan di antara mereka. Ia memilih untuk meninggalkan kelompok tersebut dan hidup sendiri di hutan. Memanfaatkan sumber daya alam, Teruo berhasil bertahan dengan berburu dan bercocok tanam.
Di hutan Maluku, Teruo mengembangkan kebun seluas 700 meter persegi. Ia menanam berbagai tanaman seperti singkong, pisang, dan tebu. Gubuk tempat tinggalnya dibangun dari bambu dan dilengkapi dengan tempat tidur dari daun ilalang untuk kenyamanan.
Menariknya, meskipun hidup terasing, ia tetap menjaga penampilannya. Teruo rutin mandi dan bahkan mencukur rambut, menggunakan permukaan sungai sebagai cermin. Hal ini menunjukkan dedikasinya untuk menjaga diri meskipun dalam keadaan sulit.
Penemuan Mengejutkan dan Kembalinya Teruo ke Dunia
Kisah Teruo mulai terungkap pada 18 Desember 1974, ketika ia ditemukan oleh dua tentara Indonesia yang sedang berpatroli. Penemuan ini mengejutkan banyak pihak, mengingat selama beberapa dekade dunia mengira bahwa ia telah tewas. Saat ditemukan, kondisi Teruo cukup sehat dan inisiasi untuk membawanya kembali ke peradaban segera dilakukan.
Setelah diselamatkan, Teruo dibawa ke kota untuk diperiksa kesehatan. Reaksi awalnya adalah penuh ketakutan; ia pikir tentara Indonesia adalah musuh. Namun, setelah menjelaskan situasi sebenarnya, ia dibawa ke Jakarta untuk bertemu dengan pejabat Jepang yang mengabarkan bahwa perang sudah berakhir.
Tentu saja, berita ini sangat mengejutkan bagi Teruo. Ia yang selama ini hidup terasing kini harus beradaptasi kembali dengan dunia yang telah berubah. Dalam kunjungannya ke Jakarta, Teruo dipertemukan dengan Duta Besar Jepang dan diajak berbincang mengenai keadaan Taiwan yang kini telah merdeka.
Kembali ke Keberadaan Baru di Taiwan
Akhirnya, Teruo kembali ke Taiwan, tanah kelahirannya, yang kini sudah merdeka dari kekuasaan Jepang. Selama 30 tahun terpisah dari istrinya, ia merindukan momen untuk berkumpul kembali. Ia berhasil menemukan jalan pulang dan berusaha untuk membangun kembali kehidupannya.
Walaupun telah kembali, hidup Teruo tidaklah sama. Istrinya yang dia cintai telah menikah lagi dan tidak bisa melakukan langkah mundur dari keputusan tersebut. Teruo harus menghadapi kenyataan bahwa banyak yang telah berubah dalam hidupnya dan harus beradaptasi dengan perubahan itu.
Melihat kembali perjalanan hidupnya, Teruo Nakamura adalah contoh nyata dari kekuatan dan ketahanan manusia. Dalam keputusasaannya, ia menemukan cara untuk bertahan hidup di alam liar, menciptakan kehidupan yang mengesankan meskipun jauh dari kenyamanan peradaban.