Presiden Prabowo Subianto melaksanakan kunjungan kenegaraan ke China pada Rabu (3/9/2025). Kunjungan ini berlangsung atas undangan khusus dari Presiden Xi Jinping, khususnya untuk menghadiri parade perayaan 80 tahun berdirinya Republik Rakyat China. Kunjungan ini menjadi momen bersejarah yang mengingatkan akan kuatnya hubungan antara kedua negara.
Tak hanya Prabowo, peserta undangan lainnya termasuk Presiden Rusia Vladimir Putin serta Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un. Meskipun baru-baru ini menjabat sebagai Presiden, Prabowo bukanlah pemimpin Indonesia pertama yang menginjakan kaki di China. Sejarah panjang hubungan diplomatik antara kedua negara telah dimulai jauh sebelumnya dan memiliki banyak kenangan menarik.
Sejak lama, pemimpin Indonesia telah berulang kali mengunjungi negeri yang dikenal sebagai Tirai Bambu ini. Salah satu kunjungan yang paling terkenang adalah kunjungan Presiden pertama RI, Soekarno, yang sangat mengesankan dan penuh emosi selama berada di Beijing.
Momen Bersejarah Kunjungan Soekarno ke China
Hitung mundur ke 30 Oktober 1956, ketika Presiden Soekarno melakukan kunjungan resmi ke China. Lawatan ini menjadi bagian dari rangkaian perjalanannya ke berbagai negara, sebelumnya ia singgah di Amerika Serikat dan Uni Soviet. Namun, kunjungan ke China menjadi pengalaman paling berkesan dan emosional baginya.
Setibanya di Beijing, sambutan yang diterima Soekarno tidak kalah istimewa. Pemimpin legendaris China, Mao Zedong, beserta Perdana Menteri Zhou Enlai menyambutnya langsung di bandara. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kunjungan tersebut bagi kedua negara.
Dalam laporan harian yang memuat berita mengenai kunjungan ini, suasana haru dan gembira langsung terasa. Soekarno disambut dengan barisan kehormatan yang megah dan diiringi lagu kebangsaan “Indonesia Raya”. Saat diberi kesempatan untuk berbicara, Soekarno menekankan pentingnya persaudaraan antara rakyat Indonesia dan China.
Pernyataan Soekarno mengundang euforia dari masyarakat yang menyaksikannya. Usai pidato, ia diundang untuk menaiki mobil terbuka yang melintasi jalanan Beijing. Di sepanjang jalan, ratusan ribu warga menyambutnya dengan teriakan gembira, foto-foto, dan poster yang menandakan kebanggaan mereka.
Sejumlah laporan menyebutkan bahwa suasana riuh ini begitu menggembirakan hingga membuat para hadirin merasakan kebisingan tidak biasa. Pidato dan sambutan hangat itu akhirnya menciptakan momen yang bersejarah dan mempererat hubungan dua bangsa.
Hari-Hari Berharga di China dan Kerja Sama yang Terjalin
Selama dua minggu di China, Soekarno menyaksikan berbagai acara yang penuh kegembiraan dan ketegangan. Kunjungan tersebut tidak hanya sekadar jabat tangan, tetapi juga berlanjut dengan serangkaian kerja sama antara kedua negara yang berfokus pada bidang ekonomi dan militer. Semangat anti-imperialisme dan solidaritas dunia ketiga turut memperkuat hubungan yang terjalin.
Setelah kembali ke Tanah Air, emosi Soekarno tak bisa dibendung. Ia mengungkapkan kebanggaan dan rasa haru atas pencapaian hubungan Indonesia-China. Dalam autobiografinya, Soekarno menekankan betapa istimewanya sambutan yang ia terima dari rakyat China, yang dianggapnya sebagai cermin dari persahabatan yang tulus.
Dalam kenangannya, Soekarno merasakan bahwa kunjungan ini bukan sekadar agenda politik, tetapi juga ikatan emosional antara dua bangsa. Atmosfer kedamaian dan harapan juga mewarnai setiap pertemuan yang berlangsung selama kunjungan tersebut.
Meskipun hubungan ini sempat mengalami pasang surut akibat perubahan politik di Indonesia, pengalaman Soekarno tetap menjadi bagian penting dalam sejarah diplomasi kedua negara. Era Soeharto di Indonesia menandai perubahan arah hubungan diplomatik yang lebih ketat dan berorientasi pada ideologi.
Kendala dan Proses Rekonsiliasi Hubungan Indonesia-China
Era kepemimpinan Soeharto membawa serta beberapa kendala dalam hubungan Indonesia-China. Pelarangan ideologi komunis dan peristiwa Gerakan 30 September menjadi titik perubahan yang berdampak besar terhadap diplomasi di antara kedua negara. Kebijakan restriktif ini membuat komunikasi dan kerja sama terhenti selama beberapa dekade.
Namun, seiring berjalannya waktu, kedua negara mulai melihat kembali potensi kerja sama yang ada. Pada 8 Agustus 1990, era baru hubungan diplomatik dimulai saat kedua negara berusaha untuk memperbaiki hubungan yang sempat terputus. Hal ini menjadi langkah penting untuk mengembalikan kepercayaan dan kerja sama yang diharapkan.
Proses rekonsiliasi ini tidak mudah, namun langkah-langkah yang diambil oleh pemimpin kedua negara menunjukkan keinginan untuk berkembang bersama. Berbagai kesepakatan di bidang perdagangan dan investasi mulai dibangun sebagai pondasi bagi hubungan yang lebih kuat di masa depan.
Minat masyarakat terhadap hubungan bilateral ini semakin berkembang, mengingat kedua negara memiliki banyak kesamaan dalam hal budaya dan sejarah. Seiring dengan perkembangan zaman, hubungan Indonesia-China kini telah menjelma menjadi salah satu kemitraan strategis di Asia.
Maka dari itu, kunjungan terbaru ini oleh Prabowo dapat dilihat sebagai bagian dari sejarah yang berulang, memperkuat ikatan yang telah dibangun selama bertahun-tahun. Hal ini juga menunjukkan bahwa meskipun ada hambatan, keinginan untuk bekerja sama demi masa depan yang lebih baik tetap ada.