Pemberian ampunan kepada seseorang yang terlibat dalam kegiatan ilegal atau berbahaya bukanlah hal baru di Indonesia. Salah satu momen paling mencolok dalam sejarah tersebut terjadi pada tahun 1962 ketika Presiden Soekarno memberikan ampunan kepada seorang agen CIA bernama Allen Lawrence Pope.
Peristiwa ini membuka tabir bagaimana intervensi asing di Indonesia telah berlangsung, di tengah ketegangan politik yang semakin meningkat. Diceritakan, Pope ditangkap setelah keterlibatannya dalam misi yang bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan Soekarno, yang dianggap terlalu condong ke arah komunis.
Pemberontakan Permesta dan Operasi Militer yang Melibatkan CIA
Pada bulan Mei 1958, Indonesia menghadapi pemberontakan berskala besar yang dikenal sebagai Permesta. Gerakan ini dimulai di Sulawesi dan dipimpin oleh Ventje Sumual, menuntut perubahan atas kebijakan pemerintah pusat yang dianggap sebagai bentuk sentralisme yang berlebihan.
Akibatnya, pemerintah Indonesia memerintahkan TNI untuk melakukan operasi militer besar-besaran. Pasukan dari TNI, angkatan laut, dan angkatan udara dikerahkan untuk meredam pemberontakan tersebut yang semakin meluas.
Namun, tantangan di lapangan sangatlah sulit. TNI mengalami kesulitan yang signifikan dalam menghadapi serangan bersenjata dari kelompok pemberontak. Dalam suasana yang genting ini, sebuah insiden besar yang memperlihatkan keterlibatan asing pun terungkap.
Pada 18 Mei 1958, satu pesawat tempur yang berhasil ditembak jatuh oleh TNI diketahui merupakan milik Allen Lawrence Pope. Dia adalah agen CIA yang sedang melaksanakan misi menyusup dalam konflik tersebut.
Selama penyelidikan, ditemukan bahwa di saku Pope terdapat buku catatan tentang misi-misinya dan kartu identitas militer AS, menunjukkan bahwa dia bukanlah warga sipil biasa.
Proses Penangkapan dan Reaksi Soekarno yang Marah
Kabar penangkapan Pope memicu kemarahan di kalangan pimpinan Indonesia, terutama Presiden Soekarno. Dalam otobiografinya, Soekarno menyampaikan keyakinan bahwa Pope adalah agen CIA yang terlibat dalam rencana menghancurkan pemerintahan yang ia pimpin.
Soekarno menegaskan, “Aku 99,9% yakin bahwa Pope seorang agen CIA.” Pengaku pihak AS yang membantah keterlibatan mereka dalam insiden ini tidak mampu mengubah fakta yang ada.
Pope kemudian diadili dan dijatuhi hukuman mati. Namun, perkembangan berikutnya mengambil arah yang tak terduga. Dalam prosesnya, keluarga Pope berupaya melakukan lobi untuk membebaskannya dengan datang langsung menemui Soekarno.
Dengan nada haru, Soekarno mengenang bagaimana keluarga Pope meminta ampunan untuknya. “Bila sudah menyangkut seorang perempuan, hatiku jadi lemah,” kata Soekarno, yang akhirnya memutuskan untuk memberikan pengampunan.
Pope pun dibebaskan setelah empat tahun menjalani masa tahanannya, meski dengan syarat tertentu untuk tidak membocorkan informasi mengenai keterlibatannya kepada media.
Isu Barter dan Spekulasi yang Muncul
Setelah pembebasan Allen Pope, rumor tentang adanya barter atau tukar guling mulai merebak. Banyak yang meyakini bahwa tak mungkin Soekarno memberikan ampunan tanpa imbalan tertentu dari pihak AS.
Meskipun Soekarno tidak pernah secara terbuka mengakui adanya kesepakatan rahasia, orang-orang terdekatnya meyakini adanya kesepakatan tersebut. Beberapa spekulasi menyebutkan bahwa pembebasan Pope diiringi dengan dukungan diplomatik AS dalam isu Papua Barat.
Putra sulung Soekarno, Guntur, mengungkapkan dalam memoarnya bahwa ada kemungkinan proyek pembangunan Jakarta ditukar dengan pembebasan Pope. Saat ditanya tentang hal tersebut, Soekarno hanya tertawa dan menjawab dengan nada sindiran.
Pasca pembebasan, Allen Pope melanjutkan kehidupannya di AS hingga wafat pada tahun 2020 di usia 91 tahun. Pemberian ampunan tersebut tetap menjadi bagian penting dalam sejarah hubungan antara Indonesia dan Amerika Serikat.
Tindak lanjut dari insiden ini membuat banyak kalangan skeptis terhadap transparansi pemerintah terkait intervensi asing. Kejadian ini tetap relevan hingga hari ini, menjadi sebuah pengingat akan kompleksitas politik dan diplomasi yang ada di tanah air.