Presiden Prabowo Subianto melakukan reshuffle di kabinetnya pada tanggal 8 September 2025. Langkah ini mengubah susunan beberapa posisi penting dalam pemerintahan demi meningkatkan kinerja dan respons terhadap tantangan yang ada.
Dengan mengganti lima menteri, yang terdiri dari Menteri Koordinator Politik dan Keamanan, Menteri Keuangan, Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Menteri Koperasi, dan Menteri Pemuda dan Olahraga, presiden menunjukkan bahwa perubahan adalah bagian dari dinamika pemerintahan. Reshuffle seringkali dipandang sebagai sinyal untuk membawa semangat baru di dalam kabinet.
Pergantian menteri bukanlah hal yang baru dalam sistem pemerintahan Indonesia. Sejarah mencatat bahwa reshuffle kabinet telah menjadi praktik umum sejak awal kemerdekaan sebagai bagian dari proses penyempurnaan dan penyesuaian terhadap kebutuhan bangsa.
Sejarah Reshuffle Kabinet Pertama di Indonesia
Reshuffle kabinet pertama kali terjadi di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno ketika memasuki era Demokrasi Terpimpin antara tahun 1959 dan 1965. Peristiwa tersebut terjadi pada Februari 1966 saat situasi politik dan ekonomi negeri ini berada dalam kondisi krisis yang serius.
Aksi demonstrasi besar-besaran dari mahasiswa di Jakarta menjadi latar belakang utama reshuffle ini. Mereka menyuarakan tuntutan perbaikan kondisi negara, yang saat itu sedang dilanda inflasi tinggi dan ketidakpastian politik, mendorong Presiden untuk mengambil langkah drastis ini.
Pemerintahan Soekarno saat itu lamban dalam bereaksi terhadap situasi yang semakin memburuk. Seiring dengan meningkatnya tekanan dari mahasiswa, ia terpaksa untuk merombak kabinetnya demi mengatasi ketidakpuasan publik yang meluas.
Protes, Tuntutan, dan Respon Pemerintah
Dalam situasi yang genting tersebut, mahasiswa maju ke depan dengan tiga tuntutan utama. Di antaranya adalah pembubaran Partai Komunis Indonesia, perombakan kabinet, dan penurunan harga barang kebutuhan pokok yang melonjak.
Desakan ini diakui oleh Soekarno sebagai alasan untuk melakukan reshuffle, meskipun ia menegaskan bahwa langkah tersebut diambil bukan karena tekanan dari demonstrasi. Pernyataan tersebut menegaskan keinginan presiden untuk mempertahankan kendali atas situasi politik saat itu.
Namun, meskipun kabinet baru terbentuk, banyak elemen rakyat yang merasa tidak puas karena masih terdapat anggota kabinet yang dianggap terikat dengan PKI. Ini menyebabkan protes kelanjutan yang melibatkan massa yang lebih luas.
Implikasi dari Keluarnya Surat Perintah 11 Maret (Supersemar)
Situasi semakin memburuk, dan pada akhirnya Soekarno mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret. Surat ini memberikan mandat kepada Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan guna menjaga keamanan negara.
Peristiwa ini kemudian dianggap sebagai momen krusial dalam sejarah politik Indonesia, yang menandai penurunan kekuasaan Soekarno. Sementara itu, Soeharto semakin menguatkan posisinya hingga akhirnya menjadi Presiden ke-2 Republik Indonesia pada tahun 1968.
Reshuffle kabinet yang berpuncak pada konflik ini menjadi pelajaran berharga dalam dinamika politik tanah air. Sejarah ulang tahun reshuffle pertama kali seharusnya menjadi refleksi atas bagaimana keputusan besar dapat mempengaruhi seluruh jajaran pemerintahan dan aspirasi rakyat.