Pajak menjadi salah satu isu yang sangat sensitif di Indonesia, sering kali menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat. Banyak orang merasa terbebani dengan kewajiban perpajakan yang ada, menciptakan persepsi negatif terhadap sistem pajak di tanah air.
Dalam sejarah Indonesia, terdapat banyak peristiwa yang menunjukkan bagaimana pajak mampu memengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Salah satu kisah yang menarik adalah mengenai seorang pejabat yang menjalankan sistem perpajakan di masa pemerintahan VOC di Batavia.
Pada masa itu, kondisi sosial masyarakat sangat beragam, oleh karena itu, pajak dipandang sebagai beban yang tidak adil. Salah satu tokoh yang terlibat dalam pengelolaan pajak di Batavia adalah Qiu Zuguan, yang dikenal berkat kebijakannya yang kontroversial.
Pemerintahan VOC dan Kebijakan Perpajakan yang Kontroversial
Pemerintahan VOC di Batavia dikenal keras dalam penarikan pajak. Qiu Zuguan, sebagai kepala Boedelkalmer, memiliki tanggung jawab untuk menarik pajak dari harta orang-orang China yang telah kembali ke negeri asalnya. Tugas ini tidak hanya membebaninya, tetapi juga menimbulkan banyak kritik dari masyarakat.
Di antara kebijakan yang diterapkan, penarikan pajak perkawinan merupakan salah satu yang paling menonjol. Setiap perkawinan yang berlangsung di kalangan masyarakat China harus dikenakan pajak, sehingga tambahan beban biaya muncul bagi mereka yang ingin merayakan pernikahan.
Tidak hanya sampai di situ, bahkan dalam keadaan duka pun, warga dikenakan biaya untuk memperoleh sertifikat kematian. Kebijakan ini menambah derita bagi keluarga yang tengah berduka, memperlihatkan betapa kerasnya sistem perpajakan pada masa itu.
Dampak Negatif Kebijakan Pajak terhadap Masyarakat
Akibat dari kebijakan yang diterapkan oleh Qiu, masyarakat terpaksa menanggung banyak biaya tambahan. Pada saat itu, pajak dikenakan pada semua aspek kehidupan, dari perkawinan hingga kematian. Hal ini membuat masyarakat merasa tertekan dan tidak berdaya.
Benny G. Setiono menegaskan dalam tulisannya bahwa masyarakat China di Batavia menghadapi berbagai jenis pajak yang tidak biasa, termasuk pajak kepala dan pajak kuku. Jika mereka menolak membayar, hukuman yang menanti cukup berat, yaitu denda atau bahkan penjara.
Situasi ini menghasilkan ketidakpuasan di kalangan warga. Mereka terpaksa mematuhi setiap aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah meskipun sangat merugikan. Dalam keadaan tersebut, protes jelas sulit untuk dilakukan, tetapi gema kebencian terus berlanjut di dalam hati masyarakat.
Peristiwa Tragis di Akhir Kehidupan Qiu Zuguan
Kematian Qiu Zuguan pada Juli 1721 menjadi momen penting dalam sejarah. Biasanya, seorang pejabat akan mendapatkan penghormatan saat meninggal, tetapi hal ini tidak berlaku untuk Qiu. Masyarakat yang pernah menderita di bawah kebijakannya enggan memberikan penghormatan terakhir.
Anehnya, tidak ada seorang pun yang bersedia mengangkat peti jenazahnya. Keputusan warga untuk tidak mengantar Qiu ke tempat peristirahatan terakhir merupakan bentuk protes tak langsung terhadap kebijakan yang menyengsarakan mereka semasa hidupnya.
Peti Qiu dibiarkan tergolek di tengah jalan, menggambarkan betapa dalamnya luka yang ditinggalkan. Keluarganya terpaksa menyewa orang lokal untuk melakukan pengantaran ke liang lahat, meskipun tindakan tersebut tidak menggugurkan ingatan masyarakat akan segala kesulitan yang ditimbulkan Qiu.
Refleksi atas Represi Pajak dalam Sejarah Indonesia
Peristiwa ini menjadi pelajaran berharga yang menunjukkan bagaimana kebijakan yang tidak adil dapat menciptakan luka sosial yang mendalam. Keduanya, perpajakan dan kebijakan pemerintahan, harus dikelola dengan bijak untuk mencegah terjadinya protes dan ketidakpuasan di kalangan masyarakat.
Masyarakat perlu mendapatkan keadilan dan transparansi dalam sistem perpajakan agar tidak merasakan beban yang berlebihan. Sekaligus, pemerintah harus melibatkan rakyat dalam setiap kebijakan yang diambil, agar setiap keputusan dapat diterima dan dipahami.
Sejarah Qiu Zuguan dan kasus-kasus serupa menjadi contoh penting bagi kita semua bahwa pajak adalah instrumen yang sangat berpengaruh dalam menjalankan suatu negara. Di lain sisi, pemahaman dan kebijakan yang bijaksana dalam pengelolaan pajak dapat menjadi salah satu kunci untuk menjamin kesejahteraan masyarakat.