Di tengah kemajuan peradaban, ada pelajaran berharga yang bisa diambil dari sejarah Indonesia, khususnya mengenai Ratu Shima dari Kerajaan Kalingga. Ia dikenal bukan hanya sebagai penguasa yang bijaksana, tetapi juga sebagai penegak hukum yang tegas dalam masyarakatnya.
Selama masa pemerintahannya, Ratu Shima menerapkan hukum yang sangat ketat, bahkan menghukum pelanggaran sekecil apapun dengan tegas. Hal ini mencerminkan bagaimana hukum dan norma sosial dapat membentuk karakter masyarakat, menghasilkan lingkungan yang disiplin dan penuh tanggung jawab.
Ratu Shima lahir pada tahun 611 Masehi di Sumatera Selatan dan tumbuh dalam lingkungan yang kaya akan ajaran Hindu. Setelah menikah, ia pindah ke Jepara, sebuah kawasan bersejarah yang menjadi saksi bisu perjalanan politik dan kebudayaannya.
Ratu Shima dan Masa Keemasan Kerajaan Kalingga
Pada tahun 648 M, suaminya diangkat menjadi Raja Kalingga, dan Ratu Shima pun mulai ikut terlibat dalam politik. Ketika suaminya meninggal pada tahun 678 M, ia harus mengambil alih kekuasaan untuk melindungi anak-anaknya yang masih kecil.
Di bawah kepemimpinannya, Kerajaan Kalingga mengalami kemajuan pesat. Ia menciptakan kebijakan yang inovatif, menjadikan Kalingga sebagai pusat perdagangan di wilayah pesisir utara Jawa, yang menarik perhatian para pedagang dari berbagai belahan dunia.
Ratu Shima dikenal dengan gelar Sri Maharani Mahissasuramardini Satyaputikeswara. Pada masanya, Kalingga tidak hanya kaya secara ekonomi, tetapi juga kental dengan nilai-nilai pendidikan dan spiritual.
Perdagangan dan Hubungan Diplomatik yang Mengagumkan
Sukses Ratu Shima dalam mengelola pelabuhan Jepara tidak hanya menarik pedagang lokal, tetapi juga menjadi jembatan perdagangan yang menghubungkan Kalingga dengan Dinasti Tang di China. Ini adalah bukti kemampuan diplomatik yang luar biasa pada masa itu.
Dalam catatan sejarah, para pedagang dari Tiongkok mengagumi kemakmuran Kalingga yang dipicu oleh komoditas garam. Keberanian Ratu Shima untuk mengirim utusan ke China mencerminkan visi luar biasanya untuk memperkuat hubungan antarnegara.
Pembangunan agama Buddha Hinayana juga menjadi salah satu pencapaian penting. Pusat studi yang ada di Kalingga menarik banyak pelajar dari berbagai daerah untuk memperdalam pengetahuan mereka akan ajaran agama yang mendalam dan bermakna.
Kejadian Bersejarah yang Mengguncang Kerajaan
Popularitas Ratu Shima meluas hingga ke Jazirah Arab, di mana seorang raja Arab bernama Ta-Shih tertarik untuk menguji reputasi tersebut. Ia datang ke Kalingga dengan karung berisi emas dan menaruhnya di jalanan untuk melihat apakah rakyat Kalingga jujur.
Selama beberapa bulan, tidak ada satu pun yang berani menyentuh barang tersebut, menunjukkan rasa takut masyarakat terhadap hukuman Ratu Shima yang sangat mendalam. Namun, saat Pangeran Narayana, putra kesayangan Ratu Shima, secara tidak sengaja menyentuh karung tersebut, situasi pun menjadi tegang.
Ratu Shima harus menghadapi dilema besar. Dalam komitmennya terhadap keadilan, ia memutuskan untuk menghukum putranya sendiri, yang menunjukkan betapa seriusnya hukum yang ada. Dengan berat hati, hukuman mati diubah menjadi pemotongan kaki, tetapi ini tetap menjadi keputusan yang sangat sulit bagi seorang ibu.
Warisan Sejarah dan Pelajaran bagi Generasi Mendatang
Ratu Shima meninggal pada tahun 695 M, meninggalkan warisan yang kompleks bagi Kerajaan Kalingga yang mulai meredup. Keberaniannya dalam menegakkan hukum dan ketegasan dalam kepemimpinan menjadi pelajaran yang penting untuk generasi mendatang.
Kerajaan Kalingga runtuh pada tahun 752 M, tetapi nilai-nilai yang ditanamkan oleh Ratu Shima tetap relevan hingga kini. Dari kisah ini, kita bisa belajar tentang arti keadilan, komitmen terhadap hukum, dan pentingnya memperhatikan nilai-nilai spiritual dalam kehidupan sehari-hari.
Kesempatan untuk merenungkan sejarah seperti ini dapat membentuk cara kita berpikir dan bertindak dalam masyarakat modern. Ratu Shima bukan hanya sekadar ratu, tetapi juga simbol betapa hukum dan keberanian bisa membentuk sebuah peradaban yang kokoh.
















