Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), telah mengungkap rencana ambisius untuk hilirisasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) yang mulai dijadwalkan pada tahun 2026. Hal ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor LPG dan meningkatkan ketahanan energi nasional.
Menurut Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, proyek ini adalah bagian dari strategi untuk mengoptimalisasi sumber daya alam di Indonesia. Mengingat kebutuhan LPG yang terus meningkat, langkah ini dinilai sangat penting untuk menjamin ketersediaan energi yang berkelanjutan di masa depan.
Pemerintah sudah mempersiapkan berbagai tahapan dalam proyek hilirisasi ini. Salah satu langkah penting yang telah diambil adalah melakukan pra-feasibility study untuk memastikan kelayakan proyek yang direncanakan.
Pentingnya Hilirisasi Batu Bara untuk Ekonomi Nasional
Hilirisasi batu bara menjadi Dimethyl Ether diharapkan dapat menjadi solusi atas tantangan yang dihadapi dalam sektor energi. Dengan begitu, Indonesia tidak hanya akan menjadi negara penghasil batu bara, tetapi juga akan menjadi produsen energi yang lebih beragam.
Kegiatan hilirisasi ini juga berpotensi menciptakan lapangan kerja baru. Proyek yang melibatkan teknologi dari negara maju dapat memberikan pelatihan dan pengalaman bagi tenaga kerja lokal, yang pada gilirannya memperkuat ekonomi nasional.
Proyek ini, yang melibatkan investasi besar, akan melibatkan banyak stakeholder dan pihak swasta. Dengan adanya keterlibatan sektor swasta, akan mempercepat proses pengembangan dan implementasi teknologi baru di lapangan.
Konsumsi LPG Nasional dan Solusi Hilirisasi DME
Saat ini, konsumsi LPG nasional mencapai 8,6 juta ton per tahun, sementara produksi domestik hanya mencapai 1,3 juta ton. Selisih ini menunjukkan adanya ketergantungan yang cukup tinggi terhadap impor, yang masih mencapai 6,5 hingga 7 juta ton setiap tahunnya.
Dengan adanya proyek DME, diharapkan kebutuhan akan LPG dapat diminimalisir. DME memiliki potensi untuk menjadi substitusi yang efektif dan efisien bagi LPG, sehingga dapat mengurangi tekanan terhadap neraca perdagangan Indonesia.
Lebih dari itu, DME juga dianggap lebih ramah lingkungan dibandingkan LPG. Penggunaan DME sebagai bahan bakar dapat mengurangi emisi gas rumah kaca, mendukung komitmen Indonesia dalam perubahan iklim global.
Tahapan dan Teknologi yang Akan Digunakan dalam Proyek ini
Pemerintah saat ini masih dalam tahap evaluasi untuk menentukan teknologi yang akan digunakan dalam proyek DME ini. Dua pilihan utama yang diusulkan adalah teknologi dari China dan Eropa, yang keduanya memiliki kelebihan masing-masing.
Konsultan yang ditunjuk untuk studi kelayakan kini sedang aktif mengkaji potensi dan risiko dari masing-masing teknologi. Hal ini penting untuk memastikan bahwa proyek yang dibangun tidak hanya layak secara finansial tetapi juga berkelanjutan secara lingkungan.
Bahlil menegaskan bahwa pemilihan mitra untuk proyek ini akan sepenuhnya dipegang oleh Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara). Keputusan ini diharapkan dapat mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam proses pengembangan.
















