Beberapa waktu lalu, Jakarta kembali diguncang gempa berkekuatan M4,9 yang dipusatkan di Karawang, membuat banyak warga berhamburan keluar rumah merasakan gentarnya. Kejadian ini mengingatkan kita akan pentingnya meningkatkan kewaspadaan terkait bencana alam yang bisa terjadi kapan saja.
Pusat gempa yang terletak sekitar 19 km tenggara Kabupaten Bekasi ini, memiliki kedalaman 10 km dan disebabkan oleh aktivitas Sesar Naik Busur Belakang Jawa Barat. Sejak lama, Jakarta dan sekitarnya bukanlah wilayah asing bagi bencana gempa, dengan catatan sejarah yang mencakup berbagai kejadian signifikan.
Sejak berabad-abad lalu, Jakarta, yang kini menjadi pusat ibu kota dengan jutaan penduduk, telah bergulat dengan guncangan gempa. Salah satu peristiwa paling mencolok terjadi 191 tahun yang lalu, saat gempa besar meratakan banyak bangunan, termasuk istana dan rumah-rumah megah milik pejabat kolonial.
Menggali Sejarah Gempa di Jakarta yang Terlupakan
Pada 10 Oktober 1834, Jakarta mengalami gempa besar yang berpusat di wilayah Megamendung, Bogor. Gempa tersebut terasa sampai ke Jakarta, memicu rasa panik di kalangan masyarakat yang saat itu tidak punya banyak pengetahuan tentang mitigasi bencana.
Penelitian modern menunjukkan bahwa gempa ini disebabkan oleh aktivitas Sesar Baribis. Hal ini diungkapkan melalui kolaborasi antara lembaga ilmiah yang mempelajari gempa dan kondisi geologi di wilayah tersebut.
Gempa besar ini menimbulkan kerusakan parah, mengingat banyaknya bangunan kuat yang runtuh. Di antara bangunan-bangunan tersebut adalah rumah-rumah mewah serta istana pejabat yang seharusnya mampu menahan guncangan besar namun tetap hancur.
Dampak Gempa Besar 1834 di Wilayah Jakarta dan Sekitarnya
Walaupun magnitudo gempa 1834 tidak tercatat dengan pasti, tapi dampaknya sangat merusak. Menurut laporan kontemporer, banyak rumah di Jakarta dan sekitarnya mengalami kerusakan parah, dan bahkan desa di Cipanas rata dengan tanah akibat guncangan.
Kerusakan tidak hanya menimpa bangunan tradisional, tetapi juga menyasar bangunan megah yang memiliki fondasi kuat. Sejarah mencatat tokoh-tokoh ternama mengalami kerugian massal, termasuk sosok kaya Agustijn Michels yang kehilangan rumah besarnya.
Michels, yang dikenal sebagai salah satu orang terkaya di Hindia Belanda, harus menanggung kerugian besar saat rumahnya hancur. Berita tentang keruntuhan bangunan besarnya menjadi pembicaraan di kalangan masyarakat saat itu, menunjukkan dampak luas dari gempa tersebut.
Bangunan Bersejarah yang Rusak dan Membangkitkan Memori
Di antara bangunan yang hancur adalah Istana Buitenzorg, kediaman resmi Gubernur Jenderal, yang berdiri megah sejak 1744. Meskipun dikenal kokoh, gempa ini membuatnya birrusak total, menandai satu babak baru dalam sejarah Jakarta.
Laporan media saat itu menunjukkan kengerian saat gempa mengguncang, meruntuhkan bagian dari bangunan yang dianggap tidak mungkin hancur. Pasca-gempa, pemerintah mulai merencanakan untuk membangun kembali bangunan-bangunan tersebut dengan desain yang lebih kuat.
Istana yang berbarangkali menjadi simbol kekuasaan ini, akhirnya direkonstruksi dan dikenal hingga saat ini sebagai Istana Bogor. Proses pembangunan kembali memperlihatkan keteguhan dan keprihatinan masyarakat dalam menghadapi bencana dan tantangan alam.
Kesadaran tentang Bencana dan Pentingnya Mitigasi
Peristiwa gempa ini menjadi pelajaran berharga tentang ketidakpastian yang dapat ditimbulkan oleh alam. Jika di masa lalu gempa menyebabkan kerugian besar, dengan populasi Jakarta yang kian padat, implikasi dari gempa hari ini bisa dihitung lebih serius.
Kepadatan penduduk dan banyaknya gedung tinggi meningkatkan risiko kerugian. Oleh karena itu, kesadaran akan pentingnya mitigasi bencana harus terus dipupuk dalam masyarakat agar dapat mengurangi dampak yang mungkin terjadi.
Pengalaman dari sejarah gempa di Jakarta menegaskan bahwa ketahanan masyarakat terhadap bencana lebih penting daripada sebelumnya. Pendidikan dan informasi harus diperluas untuk menjadikan masyarakat lebih tanggap dan siap menghadapi kemungkinan terburuk.