Pada bulan Juni 2022, seorang pejabat bernama RS ditunjuk sebagai Ketua Pokja untuk proyek pembangunan Jalur Ganda Kereta Api antara Solo Balapan dan Kadipiro. Penunjukan ini merupakan tindak lanjut dari permintaan Tersangka BH selaku Pejabat Pembuat Komitmen proyek tersebut.
Setelah penunjukan ini, BH memberi tahu RS bahwa PT. WJP telah disiapkan sebagai calon pemenang tender. Selain itu, terdapat beberapa penyedia jasa lain yang dianggap sebagai perusahaan pendamping, termasuk PT. IPA yang dimiliki oleh DRS yang juga berstatus Tersangka.
BH kemudian meminta RS untuk mengakomodasi rencananya tersebut. Melalui komunikasinya, RS memberitahu seluruh anggota Pokja untuk menambahkan beberapa syarat tertentu yang bakal berlaku untuk calon penyedia jasa agar tender berjalan sesuai dengan harapan.
Detail Syarat Tender yang Diterapkan dalam Proyek Ini
Salah satu syarat pertama yang diajukan adalah adanya surat dukungan dari pabrikan yang memiliki sertifikat dari lembaga nasional atau internasional. Sertifikat ini diperlukan untuk memastikan bahwa wesel yang diproduksi dapat digunakan untuk jalur kereta lain yang lebih utama.
Selain itu, diperlukan juga adanya sertifikasi produksi yang sesuai dengan standar dari Badan Akreditasi Independen. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan kualitas produk yang dihasilkan oleh calon penyedia jasa sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dalam proses tender yang berlangsung, PT. WJP yang awalnya diprediksi akan menjadi pemenang justru mengalami kegagalan. Tim Pokja yang dipimpin oleh RS menilai bahwa PT. WJP salah dalam mengunggah dokumen penawarannya dan karenanya tidak memenuhi syarat.
Konsultasi dan Keputusan Mengubah Pemenang Tender
Setelah kegagalan PT. WJP, RS berkonsultasi dengan BH untuk membahas skenario baru untuk memilih pemenang tender yang sah. Dalam situasi ini, mereka sepakat untuk memilih PT. IPA sebagai pemenang tender berdasarkan penilaian yang lebih mendalam atas kelayakan perusahaan.
RS pun kemudian menetapkan PT. IPA sebagai pemenang tender dalam proyek pembangunan jalur ganda KA dengan rentang waktu dari KM 96+400 hingga KM 104+900. Nilai kontrak untuk proyek ini mencapai Rp164,51 miliar, yang menunjukkan besarnya anggaran yang dikelola.
Sejalan dengan keputusan tersebut, PT. IPA menandatangani kontrak proyek dan mulai menjalankan kewajiban yang telah disepakati. Namun, proyek ini juga menuntut komitmen fee yang sebelumnya sudah terikat antara BH dan RS, yang menciptakan sejumlah kontroversi dalam pelaksanaannya.
Pembayaran Komitmen Fee dan Dugaan Suap
Pada tahap implementasi, PT. IPA yang dinyatakan sebagai pemenang tender dihadapkan pada beban komitmen fee yang telah disepakati sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa ada aspek di balik layar dalam kontrak yang diperoleh, yang patut untuk diperhatikan lebih lanjut.
Diduga, PT. IPA melakukan pembayaran kepada RS sejumlah Rp600 juta sebagai bagian dari komitmen fee dari proyek tersebut. Jumlah ini menarik perhatian berbagai pihak dan menimbulkan serangkaian pertanyaan terkait integritas proses tender yang dilakukan.
Apabila dugaan ini terbukti benar, maka dampaknya akan sangat besar baik bagi semuanya yang terlibat dalam proyek maupun bagi sistem pengadaan barang dan jasa di pemerintahan. Kejadian ini menambahkan satu lagi catatan merah dalam pelaksanaan proyek yang menggunakan anggaran negara.
Penyelidikan lebih lanjut akan dilakukan untuk meneliti adanya praktik penyimpangan dalam proyek ini. Jika terbukti ada kesalahan atau pelanggaran prosedur, bisa jadi akan ada langkah-langkah hukum yang diambil untuk menegakkan keadilan.
Investigasi ini tak hanya penting untuk menegakkan hukum tetapi juga untuk memberikan rasa keadilan bagi masyarakat yang berhak atas transparansi penggunaan anggaran publik. Karenanya, semua pihak diharapkan dapat berperan aktif dalam menjaga integritas proses pengadaan ini.
Kepastian hukum dan pertanggungjawaban keuangan menjadi aspek krusial yang tak boleh diabaikan. Keberlanjutan proyek dan kepercayaan publik terhadap pemerintah sangat bergantung pada bagaimana kasus ini ditangani di masa mendatang.