Perpindahan kepemilikan perusahaan ke luar negeri, terutama ke Singapura, memang telah menjadi isu yang semakin menonjol dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini mengingat banyaknya perusahaan Indonesia yang memilih hengkang ke sana akibat perlakuan yang tidak menguntungkan dari pemerintah lokal. Dalam konteks ini, kisah Oei Tiong Ham mencerminkan pergeseran besar yang terjadi di kalangan pengusaha Indonesia pada masa lalu, menyoroti tantangan dan pilihan yang harus diambil para pebisnis untuk bertahan.
Kisah Oei Tiong Ham dimulai pada akhir abad ke-19 ketika ia membangun Oei Tiong Ham Concern (OTHC), sebuah perusahaan yang berhasil menguasai hampir setengah pasar gula dunia. Meskipun sukses besar, konflik dengan pemerintah kolonial Belanda yang mengenakan pajak tinggi memaksa dirinya mencari tempat baru yang lebih bersahabat dan menguntungkan. Perjalanan ini tidak hanya merefleksikan ambisi pribadi, tetapi juga menghimpun berbagai spekulasi tentang kondisi bisnis di masa itu.
Keputusan Oei untuk pindah ke Singapura mengubah arah hidupnya dan juga bisnisnya secara drastis. Selama masa itu, ia berhasil menciptakan jabatan dan peranan baru di dunia bisnis, meninggalkan banyak pelajaran bagi pengusaha saat ini. Fenomena hengkangnya Oei Tiong Ham hanyalah salah satu dari banyak cerita serupa yang menunjukkan bagaimana iklim bisnis dapat mendorong keputusan besar, bahkan untuk seseorang yang sudah berada di puncak kesuksesan.
Kisah Perjalanan Bisnis Oei Tiong Ham dan Dampaknya
Oei Tiong Ham lahir pada tahun 1866 dan menjadi salah satu pengusaha paling kaya pada awal abad ke-20. Ia mendirikan Oei Tiong Ham Concern di Semarang, yang tumbuh menjadi perusahaan gula terbesar di dunia pada masanya. Perusahaan ini bukan hanya beroperasi di Indonesia, tetapi juga memiliki cabang di berbagai negara seperti India dan Jepang, menempatkan nama Oei dalam sejarah roda perekonomian global.
Namun, segala kesuksesan tersebut tidak berjalan mulus. Seiring dengan besarnya keuntungan yang diperoleh, beban pajak dari pemerintah kolonial semakin berat. Oei mendapat tekanan untuk membayar pajak yang tinggi, bahkan sampai 35 juta gulden yang sangat memberatkan. Ketidakpuasan ini memicu rasa tidak adil yang pada akhirnya mendorongnya untuk meninggalkan bumi kelahirannya.
Setelah menolak untuk memenuhi permintaan pajak yang tak wajar, rumor mengenai rencana Oei pergi ke Eropa muncul. Namun, saran dari pengacaranya membawa Oei untuk mempertimbangkan Singapura, yang dianggap lebih menguntungkan secara finansial. Dengan keputusan ini, Oei tidak hanya melepas beban pajak, tetapi juga membuka lembaran baru dalam hidupnya.
Pindah ke Singapura: Langkah Strategis yang Sukses
Sejak tahun 1921, Oei resmi bermukim di Singapura, membawa serta keluarganya dan memulai kehidupan barunya. Dalam waktu singkat, beban pajak Oei merosot tajam, dari 35 juta gulden menjadi hanya 1 juta gulden. Keputusan ini memungkinkan Oei untuk menginvestasikan kekayaannya dalam berbagai properti dan bisnis yang menguntungkan di Singapura.
Di Singapura, Oei menambah portofolionya dengan membeli banyak tanah dan rumah, menciptakan jejak ekonomi yang besar, dan berkontribusi terhadap pengembangan infrastruktur setempat. Catatan sejarah mencatat bahwa luas properti yang dibelinya mencapai seperempat wilayah Singapura. Hal ini menunjukkan bahwa Oei bukan hanya seorang pebisnis, tetapi juga visioner yang melihat peluang di masa depan.
Keberhasilan Oei dalam berbisnis di Singapura disertai dengan kepeduliannya terhadap masyarakat. Ia melakukan donasi untuk pengembangan pendidikan, kesehatan, dan kegiatan sosial. Kontribusinya terhadap kampus Raffles College, serta usaha lainnya, menggambarkan tekadnya untuk memberi balik kepada masyarakat di mana ia tinggal. Hal ini menjadikan namanya diabadikan dalam berbagai instansi di Singapura.
Permanen Tanpa Kewarganegaraan dan Warisannya di Singapura
Menariknya, meskipun berhasil dalam bisnis dan hidup di Singapura, Oei tidak memiliki kewarganegaraan. Ia melepaskan status Warga Negara Hindia Belanda tanpa menjadi warga negara Inggris. Hal ini menimbulkan pertanyaan menarik tentang identitas dan status seorang pengusaha sukses di negara asing, bahkan di saat ia mencapai puncak kariernya.
Oei menghabiskan sisa hidupnya di Singapura hingga wafat pada tahun 1924. Kedermawanan dan kebijaksanaannya dalam berinvestasi, serta kontribusi sosialnya, meninggalkan jejak yang mendalam di masyarakat setempat. Akibat dari tindakannya, banyak jalan dan bangunan di Singapura dinamakan untuk menghormatinya, menciptakan warisan yang terus dikenang hingga sekarang.
Kisah Oei Tiong Ham bukan hanya sekadar cerita sukses individu, tetapi juga cerminan dari dinamika bisnis, tekanan pemerintah, dan cara seorang pebisnis beradaptasi dalam menghadapi tantangan. Perjalanan hidupnya mengajarkan nilai-nilai keberanian, inovasi, dan tanggung jawab sosial dalam dunia usaha yang selalu berubah, menjadikannya inspirasi bagi generasi bisnis masa kini.
















