Perdamaian antara negara-negara Arab dan Israel menciptakan dinamika yang rumit dalam hubungan internasional, terutama di kawasan Timur Tengah. Ketegangan yang muncul sering kali berakar dari sejarah panjang konfrontasi dan konflik yang melibatkan banyak pihak.
Contoh yang paling mencolok adalah kasus Mesir, di mana langkah berani Presiden Anwar Sadat untuk menandatangani perjanjian damai dengan Israel pada 1979 menyebabkan konsekuensi tragis. Ini menjadi titik balik yang membawa perdebatan tajam di dalam negeri dan berdampak fatal terhadap kehidupan politik negara tersebut.
Tragedi yang menimpa Sadat pada 6 Oktober 1981 saat parade militer di Kairo adalah salah satu peristiwa paling menggemparkan dalam sejarah modern Mesir dan dunia Arab. Acara tersebut seharusnya menjadi momen perayaan, tapi berakhir dengan kekacauan dan kehilangan yang tak terbayangkan.
Sejarah Konfrontasi Mesir dan Israel Sebelum Perjanjian Damai
Sejak berdirinya negara Israel pada 1948, Mesir menjadi salah satu penentang utama zionisme. Berbagai konflik bersenjata melibatkan keduanya, termasuk Perang Yom Kippur pada 1973 di mana Mesir dan Suriah melancarkan serangan mendadak yang mengejutkan dunia.
Perang itu adalah upaya Mesir untuk merebut kembali wilayah yang hilang selama Perang Arab-Israel sebelumnya. Keberanian pasukan Mesir dalam menyerang membuat banyak negara lain tertegun, terutama karena serangan tersebut terjadi pada hari yang dianggap suci oleh Yahudi.
Memori akan konflik tersebut terus hidup dalam ingatan kolektif rakyat Mesir. Keberadaan kelompok-kelompok yang mendukung perjuangan Palestina, baik di dalam negeri maupun di negara-negara Arab lainnya, menambah lapisan kompleksitas dalam kebijakan luar negeri Sadat.
Pergeseran Kebijakan Anwar Sadat dan Dampaknya
Pada 26 Maret 1979, Sadat membuat keputusan radikal dengan menandatangani Perjanjian Damai Camp David yang mengubah arah politik Mesir secara drastis. Ini dianggap sebagai pengkhianatan oleh banyak pihak, terutama oleh kelompok-kelompok yang telah lama melawan Israel.
Sadjat berargumen bahwa perdamaian adalah jalan yang paling memungkinkan untuk mencapai stabilitas di kawasan yang penuh gejolak. Namun, banyak pihak, termasuk militer dan kalangan Islam, mengganggap langkah tersebut sebagai pengkhianatan terhadap perjuangan rakyat Palestina.
Reaksi negatif ini menumbuhkan kebangkitan kelompok radikal seperti Jihad Islam Mesir, yang menilai langkah Sadat sebagai tolak ukur untuk melakukan pembalasan. Dari sinilah seluruh peristiwa mengerikan yang terjadi pada tahun 1981 dapat dimaknai dalam kerangka konflik lebih besar antara moderasi dan ekstremisme di dunia Arab.
Tragedi Pembunuhan Anwar Sadat
Pada hari peringatan Perang Yom Kippur, Sadat menghadiri parade militer tanpa diduga bahwa itu akan menjadi akhir hayatnya. Situasi yang biasanya aman berubah menjadi kekacauan ketika sebuah truk militer berhenti dan melepaskan serangan yang mematikan.
Sadat, yang awalnya percaya bahwa pengaturan keamanan di parade tersebut sangat ketat, tidak menyadari bahwa ada infiltrasi dari kelompok yang ingin menyakiti dirinya. Serangan berlangsung cepat dan mengejutkan, membunuh Sadat dan banyak orang di sekitarnya.
Pembunuhan ini menjadi simbol konflik yang lebih besar, mencerminkan ketidakpuasan mendalam di kalangan rakyat yang merasa terkhianati. Penghentian Presiden Sadat menandai akhir era dan menciptakan kekacauan politik yang berkepanjangan di Mesir.
Presiden baru yang muncul setelah Sadat dihadapkan pada tantangan besar untuk memulihkan stabilitas dalam negeri. Kebijakan luar negeri yang diambil Sadat akan selalu menjadi bahan perdebatan dan rujukan bagi para pemimpin yang menggantikannya.
Tokoh yang dianggap bertanggung jawab atas pembunuhan, Letnan Khalid Islambouli, ditangkap dan dihukum mati. Namun, pengaruh gerakan ekstremis yang dipicunya tetap ada, mengingat banyak yang setuju dengan pandangan radikal terhadap perdamaian dengan Israel.
Tragedi ini menunjukkan bahwa jalur menuju perdamaian di Timur Tengah tidak hanya melibatkan diplomasi, tetapi juga harus mempertimbangkan aspirasi dan perasaan rakyat yang terdampak oleh keputusan politik. Mesir dan dunia Arab secara keseluruhan terus berjuang untuk menemukan keseimbangan antara moderasi dan ekstremisme.