Pemerintah China baru-baru ini mengumumkan pembukaan konsultasi publik untuk standar keselamatan baru terkait sistem bantuan mengemudi. Langkah ini diambil dalam rangka menghadapi tantangan yang muncul seiring dengan meningkatnya penggunaan teknologi mobilitas cerdas di negara tersebut.
Standar baru ini bertujuan untuk menjawab berbagai masalah yang timbul akibat penggunaan sistem bantuan mengemudi yang kian meluas. Salah satu fokus utama adalah mengatasi kesulitan yang muncul dari istilah-istilah yang disalahgunakan dalam promosi produk otomotif.
Selain itu, upaya ini juga diharapkan dapat meningkatkan keselamatan di jalan raya dengan mengedukasi pengendara tentang batasan kemampuan sistem bantuan mengemudi. Tanpa pemahaman yang tepat, pengguna dapat terjebak dalam kondisi berbahaya yang berakibat pada kecelakaan lalu lintas.
Perkembangan dan Penerapan Sistem Bantuan Mengemudi di China
Sistem bantuan mengemudi kombinasi menjadi semakin populer di kalangan konsumen. Dari Januari hingga Juli 2025, penjualan mobil penumpang dengan teknologi ini mencapai angka signifikan, mencerminkan antusiasme masyarakat terhadap kemudahan yang ditawarkan.
Sistem ini tidak hanya membuat pengalaman berkendara lebih nyaman, tetapi juga mengurangi stres saat berada di belakang kemudi. Dengan peningkatan penjualan yang menembus 7,76 juta unit, penetrasi pasar teknologi ini mencapai 62,58 persen.
Namun, pertumbuhan pesat ini juga menimbulkan tantangan baru bagi regulator dan konsumen. Banyak pengendara yang mungkin tidak sepenuhnya menyadari risiko yang terkait dengan penggunaan teknologi ini.
Oleh karena itu, penting bagi otoritas untuk memberikan edukasi yang memadai mengenai cara dan batasan penggunaan sistem tersebut. Tanpa pemahaman yang mendalam, celah keamanan dapat muncul dan membahayakan keselamatan pengguna di jalan.
Risiko dan Tantangan dalam Penggunaan Teknologi Baru
Meski teknologi ini menawarkan banyak keuntungan, istilah-istilah promosi kerap menyebabkan kebingungan di kalangan konsumen. Istilah seperti “mengemudi otonom tingkat lanjut” sering disalahartikan, mengaburkan batas antara sistem bantuan dan pengemudi yang sepenuhnya otonom.
Hal ini mendorong beberapa pengendara untuk berperilaku tidak bertanggung jawab, seperti melepaskan tangan dari kemudi di saat yang tidak tepat. Kecelakaan yang diakibatkan oleh ketidakpahaman ini menimbulkan perhatian besar publik dan menggarisbawahi perlunya regulasi yang lebih ketat.
MIIT mencatat bahwa pengemudi yang mengandalkan teknologi tanpa memahami fungsinya dapat mengalami situasi berbahaya. Masalah ini semakin diperparah dengan meningkatnya kecelakaan yang melibatkan kendaraan berbasis teknologi ini.
Oleh karena itu, otoritas berupaya menyusun standar yang tidak hanya melindungi konsumen, tetapi juga meningkatkan tanggung jawab produsen dalam memasarkan kendaraan. Melalui standar ini, diharapkan akan tercipta transparansi dan kejelasan bagi semua pihak.
Standar Keselamatan yang Diusulkan dan Implikasinya
Standar yang diusulkan oleh Kementerian Industri dan Teknologi Informasi (MIIT) dibangun berdasarkan tiga pilar keselamatan. Pilar pertama adalah persyaratan performa fungsional yang menetapkan kondisi di mana sistem harus aktif dan mampu berfungsi dengan baik.
Pilar kedua termasuk aspek teknis seperti interaksi manusia-mesin dan keamanan siber, yang sangat penting untuk memastikan bahwa sistem tetap dapat diandalkan. Pengujian akan dilakukan tidak hanya di laboratorium tetapi juga dalam kondisi nyata di jalan.
Pilar ketiga adalah pencatatan dan pelaporan data yang memungkinkan pemantauan berkelanjutan atas performa sistem. Melalui data ini, pihak berwenang dapat mengidentifikasi masalah yang muncul dan memperbaiki regulasi yang ada.
Implementasi standar baru ini diharapkan dapat meminimalisir risiko dan meningkatkan keamanan. Selain itu, akan menghasilkan produk yang lebih aman bagi konsumen dan mengurangi potensi kecelakaan di jalan.