Margaretha Zella, yang lebih dikenal dengan nama panggung Mata Hari, adalah seorang wanita yang kehidupannya dipenuhi dengan kisah kontroversial dan glamor. Dalam dunia yang dikuasai oleh miliarder dan pejabat tinggi di Eropa, namanya terukir sebagai sosok pekerja seks yang terkenal dengan tarian eksotis yang pernah dipersembahkannya.
Melalui profesi ini, Mata Hari berhasil mengumpulkan kekayaan yang besar, menjalani kehidupan mewah dengan akses ke hotel-hotel bergengsi, busana mahal, serta koleksi perhiasan yang melimpah. Keterampilan dan daya tarik yang dimilikinya ternyata memiliki akar yang kuat dari pengalamannya di Indonesia pada era 1890-an.
Pada dekade tersebut, Margaretha, seorang perempuan asal Belanda, memutuskan untuk berlayar menuju Hindia Belanda. Dia bertujuan untuk menemui seorang tentara yang bernama Rudolf Macleod, yang sebelumnya telah memasang iklan di surat kabar Belanda untuk mencari pasangan hidup.
Kisah Awal Kehidupan Margaretha Zella
Margaretha, yang terjebak dalam keadaan sulit akibat keretakan rumah tangga orang tuanya, sangat berani untuk mengubah arah hidupnya. Dia berharap pernikahannya dengan Rudolf dapat memberinya kesempatan baru dan mengakhiri kehidupan terlunta-luntanya di Eropa.
Keinginannya terwujud pada tahun 1895 ketika dia resmi menikah dengan Rudolf di Malang, Jawa Timur. Dari pernikahan ini lahir dua anak yang menambah kebahagiaan di awal kehidupannya, meskipun kebahagiaan itu tidak bertahan lama.
Rudolf ternyata adalah sosok yang memiliki masalah, termasuk kebiasaan mabuk dan perselingkuhan yang menyebabkan kekerasan dalam rumah tangga. Akibatnya, hubungan mereka berakhir dengan perceraian, dan Margaretha harus menata kembali hidupnya tanpa suami.
Perubahan Hidup dan Karier sebagai Penari
Setelah perpisahan, Margaretha tidak membiarkan keadaan mengontrol hidupnya. Dia mulai mendalami seni dan mempelajari tarian tradisional Jawa, mengenakan pakaian kebaya yang mencerminkan warisan budaya. Keterampilan menarinya yang semakin terasah membawanya ke panggung seni sebagai penari.
Sejak tahun 1897, namanya mulai dikenal di kalangan publik dengan nama panggung Mata Hari. Pengalaman dan kemampuan yang diperolehnya di Indonesia menjadi modal utama untuk membangun kariernya di Eropa.
Pada tahun 1905, Mata Hari pindah ke Paris, di mana wajah dan tarian erotisnya mulai menarik perhatian publik. Tarian yang ditampilkan bukan lagi tarian tradisional, melainkan tarian yang lebih provokatif dan berani.
Kehidupan Glamour dan Kejatuhan Sang Penari
Dari panggung ke panggung di Paris, reputasi Mata Hari semakin melambung. Gerakan anggun yang dipelajarinya selama bertahun-tahun berhasil memikat banyak pria, termasuk para miliarder dan pejabat tinggi di Eropa. Hidupnya pun dihiasi dengan kemewahan yang membuatnya terkenal.
Ketika Perang Dunia I pecah antara tahun 1914 dan 1918, popularitasnya semakin meningkat. Banyak pejabat tinggi negara dan perwira militer yang memanggilnya untuk pertunjukan di tengah kekacauan perang. Dia memiliki keleluasaan bepergian yang luar biasa.
Namun, nasib buruk menanti Mata Hari pada tahun 1917 ketika dia ditangkap oleh pemerintah Prancis dengan tuduhan sebagai mata-mata untuk Jerman. Kedekatannya dengan pejabat Jerman dianggap sebagai ancaman yang dapat membocorkan informasi rahasia.
Proses Hukum yang Dramatis dan Akhir Hidup yang Tragis
Pada 24 Juli 1917, persidangan pertamanya dimulai. Selama proses hukum, dia mengalami tekanan untuk mengakui tuduhan tersebut dan bahkan mengalami penyiksaan. Meski demikian, Mata Hari menegaskan bahwa hubungan yang dimilikinya dengan beberapa perwira Jerman adalah terkait pekerjaannya sebagai pekerja seks, bukan sebagai mata-mata.
Hukum tetap memutuskan untuk memvonisnya bersalah, dan pada 15 Oktober 1917, hukuman mati dijatuhkan. Sebelum menjalani eksekusi, Mata Hari dengan berani menyatakan bahwa dia bukan seorang agen intelijen, melainkan seorang pelacur yang tidak pernah membocorkan rahasia negara.
“Saya pelacur dan mengakuinya. Mata-mata untuk Jerman? Saya tidak pernah!” adalah pernyataan terakhirnya yang mencerminkan keberanian dan keangkuhannya.